Efisiensi Fiskal dan Keteguhan Daerah: Menjaga Asa di Tengah Pengetatan Anggaran -->

Advertisement Masukkan script iklan 970x90px

Efisiensi Fiskal dan Keteguhan Daerah: Menjaga Asa di Tengah Pengetatan Anggaran

infobaru
Selasa, 07 Oktober 2025


Pembaca

SIGIT WIBOWO.AM,SH
Foto: Ist


Oleh: SIGIT WIBOWO.AM,SH


Kebijakan efisiensi fiskal yang akan diberlakukan pemerintah pusat pada tahun 2026 membawa konsekuensi besar bagi daerah. Pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) menjadi ujian bagi kemampuan manajerial sekaligus kedewasaan politik setiap kepala daerah dalam mengelola keuangan publik.


Namun di tengah ketidakpastian ini, Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, justru menunjukkan sikap berbeda. Ia memilih untuk legowo, tidak reaktif, dan tetap fokus menjalankan amanah pembangunan di daerahnya.


“Berapapun besaran TKD yang dialokasikan, kami akan manfaatkan semaksimal mungkin untuk pengentasan kemiskinan dan pelayanan publik, sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/10/2025).


Sikap ini mencerminkan kematangan seorang pemimpin yang memahami bahwa kebijakan fiskal nasional tidak sekadar soal angka, melainkan soal bagaimana daerah menyesuaikan diri tanpa mengorbankan kepentingan rakyat.


Koordinasi dan Kepemimpinan yang Menenangkan


Dalam era di mana ego sektoral kerap menonjol, Anwar Hafid justru tampil menenangkan. Ia memuji langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mau mendengarkan aspirasi para kepala daerah, sambil menegaskan bahwa kebijakan efisiensi harus dijalankan secara bersama-sama.


“Pak Menteri menyampaikan, karena ini sudah menjadi kebijakan, mari kita jalani bersama. Namun untuk program yang benar-benar menyentuh masyarakat, pemerintah pusat akan tetap berkomunikasi dengan pemerintah daerah,” jelasnya.


Pernyataan ini sederhana, namun maknanya dalam ada kesadaran untuk berjalan seirama dengan pemerintah pusat tanpa kehilangan identitas daerah. Di sinilah nilai penting dari kepemimpinan kolaboratif bahwa keseimbangan fiskal nasional tidak bisa dicapai dengan konfrontasi, melainkan melalui koordinasi dan saling percaya.


Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, memberikan keterangan pers, di Jakarta, Selasa (7/10/2025) (Foto: Istimewa)


Dampak Berantai di Daerah dan Kebijakan Adaptif


Efisiensi fiskal tentu membawa efek domino. Di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, pemerintah daerah bahkan harus menerapkan kebijakan dua hari kerja dari kantor bagi ASN demi menghemat biaya operasional akibat pengurangan dana transfer hingga Rp134 miliar. Situasi ini menunjukkan bahwa tekanan fiskal menjadi fenomena nasional, bukan semata persoalan satu atau dua daerah.


Di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, persoalan serupa muncul terkait dengan alokasi belanja pegawai, khususnya untuk penggajian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Penyesuaian fiskal membuat daerah harus cermat menata ulang prioritas anggaran agar hak-hak pegawai tetap terpenuhi tanpa melampaui batas kemampuan fiskal.


Dalam konteks inilah, dukungan dan koordinasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di bawah kepemimpinan Anwar Hafid menjadi sangat berarti. Pendekatannya yang adaptif memperlihatkan upaya menjaga harmoni fiskal antara pusat dan daerah tanpa mengorbankan kepentingan publik.


Melayani Rakyat dengan Kreativitas, Bukan Keluhan


Salah satu ciri kepemimpinan yang membedakan Anwar Hafid adalah kemampuannya mengubah tekanan menjadi tantangan. Ia tidak larut dalam retorika defisit, melainkan mencari solusi kreatif untuk menjaga agar roda pelayanan publik tetap berputar.


Setiap rupiah anggaran diarahkan untuk menyentuh rakyat secara langsung terutama melalui sektor pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil. Langkah-langkah konkret ini menunjukkan bahwa efisiensi bukan berarti stagnasi, melainkan proses penyaringan program agar lebih tepat sasaran.


“Sebagai bagian dari suksesnya Asta Cita Presiden Prabowo, kami akan memastikan setiap program di Sulawesi Tengah berpihak pada masyarakat kecil,” tegas Anwar Hafid.


Menjaga Asa, Menegakkan Integritas


Dalam konteks tata kelola pemerintahan modern, keteguhan dan ketenangan seperti ini menjadi aset politik yang berharga. Gubernur Anwar Hafid memperlihatkan bahwa integritas fiskal tidak bisa dipisahkan dari integritas moral seorang pemimpin.


Sikap legowo yang ia tunjukkan bukan tanda kelemahan, tetapi refleksi kedewasaan politik bahwa menjadi pemimpin bukan sekadar memimpin dalam keadaan berlimpah, melainkan juga tetap tegar ketika sumber daya terbatas.


Di saat sebagian daerah memilih bersuara lantang menolak, Sulawesi Tengah di bawah Anwar Hafid justru menunjukkan ketenangan dan kedewasaan dalam menghadapi gelombang efisiensi nasional.


Refleksi: Kepemimpinan di Tengah Badai Fiskal


Efisiensi fiskal adalah realitas baru dalam tata kelola pemerintahan Indonesia. Ia menuntut pemimpin-pemimpin yang bukan hanya piawai mengatur angka, tetapi juga memahami denyut sosial di balik kebijakan.


Anwar Hafid telah menunjukkan model kepemimpinan semacam itu yang tidak hanya rasional secara fiskal, tetapi juga emosional secara sosial. Bahwa pelayanan publik bukan semata tentang banyaknya anggaran, melainkan tentang seberapa tulus pemerintah hadir untuk rakyat.


Dalam suasana ketatnya fiskal nasional, ketenangan dan kebijaksanaan menjadi cahaya yang menuntun. Di Sulawesi Tengah, cahaya itu kini terpancar dari figur Anwar Hafid seorang gubernur yang membuktikan bahwa pengabdian tidak diukur dari besar kecilnya dana, melainkan dari besar kecilnya hati dalam melayani rakyatnya.